A. Latar
Belakang
Dewasa
ini kehidupan ekonomi telah menjadi standar kehidupan individu dan kolektif
suatu negara-bangsa. Keunggulan suatu negara diukur berdasarkan tingkat
kemajuan ekonominya. Ukuran derajat keberhasilan menjadi sangat materialistik.
Oleh karena itu, ilmu ekonomi menjadi amat penting bagi kehidupan suatu bangsa.
Namun demikian, pakar ilmu ekonomi sekaliber Marshal menyatakan bahwa kehidupan
dunia ini dikendalikan oleh dua kekuatan besar; ekonomi dan keimanan (agama),
hanya saja kekuatan ekonomi lebih kuat pengaruhnya daripada agama.
Sementara itu perkembangan ekonomi Islam akhir-akhir ini begitu pesat, baik
sebagai ilmu pengetahuan maupun sebagai sebuah sistem ekonomi telah mendapat
banyak sambutan positif di tingkat global. Sehingga dalam tiga dasawarsa
ini mengalami kemajuan, baik dalam bentuk kajian akademis di Perguruan Tinggi
Negeri maupun swasta, dan secara praktik operasional.
Perkembangan
praktik ekonomi Islam, terutama dalam bidang keuangan dan perbankan, baik di
dunia maupun di Indonesia sangat menggembirakan. Di tingkat dunia, sudah banyak
negara yang memiliki industri keuangan dan perbankan Syariah. Saat ini tidak
kurang dari 75 negara di dunia telah mempraktekkan sistem ekonomi dan keuangan
Islam, baik di Asia, Eropa, Amerika maupun Australia.
Demikian
pula dalam bidang akademis, beberapa universitas terkemuka di dunia sedang giat
mengembangkan kajian akademis tentang ekonomi syariah. Harvard University
merupakan universitas yang aktif mengembangkan forum dan kajian-kajian ekonomi
syariah tersebut.Di Inggris setidaknya enam universitas mengembangkan
kajian-kajian ekonomi syari’ah. Demikian pula di Australia oleh Metwally dan
beberapa negara Eropa seperti yang dilakukan Volker Nienhaus. Para ilmuwan
ekonomi Islam, bukan saja kalangan muslim, tetapi juga non muslim.
Ilmu
ekonomi Islam merupakan ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah
ekonomi rakyat yang dilhami oleh nilai-nilai Islam. Sejauh mengenai masalah
pokok, hampir tidak terdapat perbedaan apapun antara ilmu ekonomi Islam dan
ilmu ekonomi modern. Andaipun ada perbedaan, itu terletak pada sifat dan
volumenya (M. Abdul Mannan; 1993).
Meski ekonomi
Islam menarik perhatian yang besar dari masyarakat dunia, bukan berarti ekonomi
Islam itu sendiri tidak menghadapi berbagai macam tantangan dan problematika.
Di Indonesia sendiri, meskipun ekonomi Islam mulai digalakkan
besar-besaran baik oleh pihak pemerintah
maupun pihak swasta, namun tetap saja ekonomi Islam belumlah mampu diterapkan
secara baik, benar dan secara keseluruhan di kepulauan nusantara ini.
Contohnya saja dalam industri
keuangan syariah sebagai salah satu wujud praktik ekonomi islam di dunia,
termasuk Indonesia yang menghadapi persoalan ketersedian SDM berkualitas. Terus
berkembangnya industri keuangan dan perbankan syariah mendorong meningkatnya
kebutuhan SDM berkualitas. Bank Indonesia pernah menyatakan untuk mengejar
pangsa pasar perbankan syariah menjadi lima persen, Indonesia kekurangan tenaga
kerja sekitar 40 ribu.
Persoalan kedua adalah kurangnya
pemahaman masyarakat terhadap sistem keuangan dan perbankan syariah. Hal
tersebut terlihat dari belum banyaknya masyarakat yang mengakses layanan
perbankan syariah dibandingkan layanan perbankan konvensional.
Salah satu perusahaan konsultan
manajemen terbesar dunia, AT Kearney melaporkan terbatasnya SDM berkualitas di
sektor perbankan syariah akan menjadi kendala terbesar dalam mengembangkan
industri tersebut. Terlebih, dengan terus berkembangnya industri perbankan
syariah, maka tuntutan akan SDM baru berkualitas akan semakin besar. AT Kearney
memprediksi industri perbankan syariah Timur Tengah dalam satu dekade mendatang
membutuhkan sedikitnya sekitar 30 ribu SDM baru berkualitas.
Menurut Direktur Dow Jones Islamic
Market Index (DJIM), Rushi Siddiqui, terbatasnya sumber daya juga terjadi di
sisi SDM pengawas syariah. Terlebih, kebutuhan akan SDM tersebut diprediksi
akan terus meningkat sejalan dengan semakin banyaknya lembaga keuangan
konvensional Barat yang mulai memasuki bisnis syariah.
Siddiqui menyebutkan, data terbaru
Islamic Finance Information Service (IFIS) di London menunjukkan jumlah pakar
syariah internasional saat ini sangat terbatas. Pada tahun 2006, hanya terdapat
187 pakar syariah internasional yang melakukan supervisi kesesuaian syariah
bagi total 200 lembaga keuangan syariah di dunia. Sheikh Nizam Yaquby asal
Bahrain misalnya mensupervisi hampir 40 lembaga keuangan syariah. Siddiqui
menyebutkan, berdasarkan data tersebut, lembaga keuangan syariah dunia terbukti
masih membutuhkan penambahan jumlah pakar syariah lebih banyak.
Saat ini, terdapat sekitar 300
lembaga keuangan syariah di dunia. Mereka tersebar di lebih di 75 negara. Pada
awal tahun lalu, nilai aset mereka diestimasi mencapai sekitar 300 miliar dolar
AS. Nilai aset itu diproyeksi akan tumbuh cukup signifikan dalam beberapa tahun
mendatang dipicu tingginya permintaan pasar atas produk keuangan syariah. Situs
www.researchandmarkets.com, melansir hasil penelitian mengenai
perkembangan keuangan syariah global. Berdasarkan penelitian itu, perbankan
syariah merupakan industri keuangan di dunia dengan tingkat pertumbuhan paling
cepat. Walaupun demikian, jika dibanding dengan lembaga keuangan
konvensional masih sangat jauh market sharenya. Misalnya, di Indonesia market
share perbankan syariah masih di bawah 3 % dari perbankan nasional.
Padahal, kebutuhan SDM ekonomi Islam
yang benar-benar berkualitas merupakan kebutuhan pokok dan mendesak untuk
mendorong pengembangan ekonomi Islam lebih kencang lagi. Untuk itu, eksistensi
institusi pendidikan ekonomi Islam merupakan keniscayaan.
Mencermati permasalahan
tersebut, strategi pengembangan ekonomi islam tidak cukup dilakukan melalui
pendidikan ekonomi islam di perguruan tinggi atau kajian-kajian ilmiah semata
yang hanya melibatkan segelintir kalangan masyarakat. Padahal untuk menuju ke
sebuah sistem, maka setiap elemen pembangun sistem itu harus turut serta di
dalamnya dan target utama pengembangan ekonomi islam ini sendiri adalah
pemberdayaan sumber daya manusia yang berkualitas dari seluruh lapisan elemen
masyarakat.
B.
Edukasi Ekonomi Islam Melalui Sharia Fair
Demi mewujudkan pengembangan sumber
daya manusia di setiap elemen masyarakat, diharapkan pihak pemerintah dan pihak
swasta saling bekerja sama dalam membangun keilmuan tentang ekonomi Islam agar hadir
ditengah-tengah masyarakat. Dan membekali masyarakat tentang ekonomi Islam
sehingga kedepannya akan dapat bersinergi bersama-sama membangun sistem
perekonomian yang berlandaskan nilai-nilai islami.
Sejalan dengan hal itu, elemen-elemen pendukung seperti akademisi,
praktisi maupun masyarakat pada umumnya harus dipahamkan terlebih dahulu
tentang pentingnya ekonomi islam sehingga semua akan berjalan harmonis dan
saling mendukung satu sama lain agar ekonomi islam tidak hanya menjadi sebuah
wacana dan keinginan semata namun juga dapat melembaga dan menjadi sebuah
sistem terpadu yang diterapkan di sebuah negara.
Salah satunya adalah mendidik
elemen-elemen pendukung tersebut secara keseluruhan dan kontinyu yang
difasilitasi baik oleh pihak swasta maupun pemerintah. Misalnya dengan
mengadakan sharia fair atau sharia education fair, yang di
dalamnya tidak hanya diperkenalkan tentang kelembagaan ekonomi Islam dibidang
keuangan, tapi juga edukasi yang mengatur tentang bagaimana sebuah perekonomian
yang lebih bersifat ekonomi individu yang biasa diterapkan sehari-hari sehingga
sejalan dengan nilai-nilai keislaman.
Kegiatan sharia fair yang tujuannya adalah mengenalkan ekonomi islam itu
sendiri, tidak hanya dengan menampilkan produk-produk keuangan sharia tetapi disana
masyarakat dapat memperoleh pendidikan secara langsung ekonomi islam tidak
hanya secara global atau perusahaan tetapi juga ekonomi islam dalam rumah
tangga atau individu.
Di dalam sharia fair tersebut
juga diperkenalkan bagaimana menanamkan ekonomi islam kepada anak sejak usia
dini. Mengingat penduduk Indonesia mayoritas beragama islam apabila tidak
diperkenalkan ekonomi islam sejak dini maka akibatnya adalah mereka tidak
mengerti ekonomi seperti apa yang harus dilakukan, maka tidak heran di negara yang
mayoritas penduduknya muslim tetapi dalam perilaku ekonomi keseharianya adalah
keluar dari agama yang mereka anut. Tujuan dari pendidikan ekonomi islam sejak
diniadalah menanamkan pola pikir dan perilaku anak sejak dini agar sesuai
dengan tuntunan dan nilai-nilai islam. Karena tidak menuntut kemungkinan meski
mereka usianya masih dini, tapi mereka sudah diizinkan untuk bertransaksi jual
beli dalam keseharian meski nominalnya masih terbilang kecil.
Mengenalkan ekonomi Islam sejak dini
kepada anak-anak belumlah bisa jika dilakukan dengan memberi mereka
materi-materi yang bahasanya rumit untuk dimengerti oleh anak seusia mereka.
Maka pihak sharia fair ini dapat membuat simulasi yang dipadukan dengan
permainan atau edu-game. Misalnya dengan memodifikasi permainan ular
tangga yang tidak asing bagi mereka, dimana untuk menjadi pemenang, mereka
harus melemparkan dadu dan disetiap kotak yang dituju mereka akan mendapatkan
perintah atau informasi tentang ekonomi islam itu sendiri. Atau permainan
lainnya yang dapat menyampaikan ekonomi islam melalui permainan yang
menyenangkan sehingga mudah ditangkap oleh anak-anak pada usia dini tersebut.
Tak hanya wahana edu-games
sebagai sarana pembelajaran ekonomi islam bagi anak, atau seminar bagi
masyarakat umum, ekonomi islam juga mulai dikenalkan pada remaja maupun
mahasiswa. Display bisnis yang berbasis syariah, meliputi perusahaan besar baik
sektor riil maupun keuangan syariah bisa dijadikan daya tarik bagi remaja untuk
mengenal lebih dekat apa itu ekonomi islam dan bagaimana aplikasi dalam dunia
nyatanya.
Dengan adanya bank syariah misalnya,
remaja dengan karakteristiknya yang selalu ingin tahu
mulai bertanya-tanya, mereka ingin mengetahui apa beda bank konvensional dan
bank syariah, mengapa riba diharamkan, mengapa bank syariah menggunakan sistem
bagi hasil, dan pertanyaan-pertanyaan lain yang dapat membawa remaja tersebut
untuk mengetahui lebih dalam lagi mengenai ekonomi islam. Sehingga disini,
dasar-dasar dalam aplikasi ekonomi syariah yakni pelarangan riba bisa kita
tanamkan pada kalangan remaja.
Selain pengenalan ekonomi Islam
kepada anak usia dini dan remaja, para orang tua dan masyarakat pada umumnya
juga harus mendapat pendidikan tentang ekonomi islam yang dapat diterapkan
sehari-hari melalui seminar atau pengkajian yang narasumbernya langsung dengan
pakar atau ahli ekonomi Islam. Sehingga mereka bebas bertanya dan paham tentang
ekonomi Islam yang nantinya akan turut bersama-sama pemerintah dan pihak swasta
yang berkepentingan menjadi elemen yang membangun sebuah sistem ekonomi Islam
yang tujuannya adalah menciptakan kesejahteraan.
C.
Pihak-Pihak Terkait dalam Penyelenggaraan Sharia Fair
Gagasan di atas dapat terwujud bukanlah dengan kinerja dari satu pihak
semata melainkan membutuhkan kerjasama dari beberapa pihak, yaitu:
a.
Pemerintah, dalam hal ini pemerintah dapat menjadi inisiator utama
dalam penyelenggaraan sharia fairini dengan mengundang pihak-pihak
terkait lainnya. Selain itu, pemerintah dapat pula mendirikan stan untuk
mengedukasi masyarakat mengenai informasi tata kelola dan regulasi ekonomi
Islam yang berlaku di Indonesia. Fungsi ini dapat dijalankan oleh Otoritas Jasa
Keuangan (OJK), Bank Indonesia (BI) dan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama
Indonesia (DSN-MUI) karena tiga lembaga inilah yang menjalankan fungsi regulasi
dan pengawasan terkait praktik ekonomi Islam di Indonesia. Tidak hanya itu,
tetapi juga pemerintah dapat menyelenggarakan edu-games untuk
mengedukasi anak-anak usia dini mengenai praktik ekonomi Islam dalam kehidupan
sehari-hari.
b.
Pelaku usaha keuangan syariah, seperti perusahaan-perusahaan yang
bergerak di bidang perbankan syariah, asuransi syariah, pegadaian syariah dan
sebagainya. Kehadiran mereka di sharia fair dapat menjadi sarana untuk
mendekatkan masyarakat dengan produk yang mereka tawarkan sehingga di satu sisi
masyarakat semakin teredukasi dan di sisi lain hal ini dapat menjadi ajang
promosi bagi industri keuangan syariah.
c.
Pengusaha syariah, seperti pengusaha di bidang industri halal,
pengusaha supermarket syariah dan sebagainya. Sebagaimana diketahui bahwa
cakupan ekonomi Islam tidak hanya pada ranah keuangan tetapi juga di sektor
riil sehingga penting untuk menghadirkan para pengusaha yang komitmen pada
nilai-nilai syariah agar masyarakat tidak hanya memahami ekonomi Islam di
bidang keuangan saja tetapi bisa lebih dekat dengan para pelaku usaha yang
teguh pada nilai-nilai syariah. Kehadiran para pengusaha dapat berupa pendirian
stan usaha mereka atau dihadirkan sebagai narasumber pada sesi talkshow yang
umumnya dilaksanakan pada sebuah fair.
d.
Perguruan tinggi, khususnya perguruan tinggi baik negeri maupun
swasta yang menyelenggarakan program studi terkait ekonomi Islam dapat
dihadirkan untuk membuka stan di sharia fair sehingga masyarakat
khususnya para pelajar dan orang tua memiliki informasi yang memadai jika ingin
melanjutkan studi di bidang ekonomi Islam.
D.
Penutup
Kebutuhan akan SDM yang mumpuni di bidang ekonomi
Islam saat ini telah menjadi kebutuhan mendesak bagi berbagai industri yang
berkecimpung di dalamnya. Karena itu, pengenalan ekonomi Islam kepada
masyarakat secara massif bahkan sejak usia dini menjadi sangat mendesak pula.
Maka, gagasan mengenai penyelenggaraan sharia fair sebagai sarana
edukasi masyarakat tentang ekonomi Islam menjadi sangat relevan agar dapat
memberi masyarakat pemahaman yang serta motivasi untuk turut serta dalam
mengembangkan ekonomi Islam dalam kehidupan berekonomi sehari-hari
Daftar
Pustaka
Ahmad, Khursid. 2001. ”Kata Pengantar” dalam Umer
Chapra (2001),Masa Depan Ilmu Ekonomi: Sebuah Tinjauan Islam/The Future of
Economics: An Islamic Perspective. Ikhwan Abidin Basri (terj.) Jakarta:
Gema Insani Press
Ali, Mohammad Daud. 1988. Sistem Ekonomi
Islam, Zakat dan Wakaf,Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia
Anto, M.B. Hendrie. 2003. Pengantar Ekonomika
Mikro Islami.Yogyakarta: EKONISIA
Baldwin, R.W. 1966. Social Justice. London:
Pergamon Press Joseph G. Eisenhauer, “Economic Models of Sin and Remorse: Some
Simple Analytics”, Review of Sosial Economy, Vol. LXII, No. 2,
June 2004
Boulakia, David Jean C. 1971. “Ibn Khaldun: A
Fourteenth Century Economist”, Journal of Political Economy, Vol.
79, No. 5 (September/October), The University of Chicago.
Buarque, Christofam. 1993. The End of
Economics: Ethics and Disorder of Progress. London, Zed Books
Chapra, M. Umar. 2001. What is Islamic
Economics, Jeddah: IRTI – IDB.
Choudoury, Masudul Alam. 1989. The Paradigm of
Humanomics. Bangi: UKM
Effendi, Rustam. 2003. Produksi dalam
Islam. Yogyakarta: Magistra Insania Press.
Etzioni, Amitay. 1988. The Moral
Dimensioan: Towards a New Economics (New York: McMillan
Gorringe, Timothy. 1999. Fair Shares: Ethics
and The Global Economy.Slovenia: Thames & Hudson
Gregory, Paul R dan Robert C Stuart. 1981. Comparative
Economic System, Boston: Houghton Miffin Company
[Dokumen AcSES
2014]