slide

ASSALAMUALAIKUM

Wellcome to Our World

Profil AcSES

http://acsesfebunair-ksei.blogspot.co.id/search/label/Profil%20AcSES

---->Klik untuk membuka profil AcSES

Ekonomi Islam

---->Klik untuk berkenalan dengan ekonomi islam

AcSES News

---->Klik untuk membuka Informasi tentang agenda kami

FoSSEI News

---->Klik untuk membuka Informasi tentang agenda Forum Silaturahmi Studi Ekonomi Islam

IE News

---->Klik untuk membuka Informasi terkini tentang perkembangan Indeks Syariah dan Unit Usaha Syariah

Call For Paper

---->Klik untuk mencari tahu tentang lomba paper terbaru

"/>

Shariah Group Discussion

---->Klik untuk berdiskusi bersama masalah ekonomi Islam

Our Idea

---->Klik untuk menemukan gagasan-gagasan terbaik kami

"/>

Download

---->Klik untuk mendownload file-file kami

Kamis, 04 Agustus 2016

SIKAP SEORANG MUSLIM DALAM MENGHADAPI MEA [Oleh: Imam Wahyudi Indrawan]

SIKAP SEORANG MUSLIM DALAM MENGHADAPI MEA [Oleh: Imam Wahyudi Indrawan]


 Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) merupakan topik perbincangan yang sering menghiasi program berita, acara seminar maupun diskusi-diskusi ilmiah yang diadakan mahasiswa, dosen maupun praktisi. Banyak kalangan yang memandang bahwa MEA merupakan ajang bagi bangsa Indonesia untuk dapat memperluas akses pasar bagi produk-produk unggulan khususnya pada sesame anggota ASEAN. Akan tetapi, tidak sedikit pula kalangan yang kontra mengenai MEA karena menganggap MEA akan menyengsarakan Indonesia mengingat kualitas sumber daya manusia yang belum cukup untuk menghadapi era persaingan bebas yang dijalankan dalam kerangka MEA. Apapun itu, MEA telah resmi dijalankan sejak tahun 2015 lalu.
Islam sebagai agama mayoritas yang dianut bangsa Indonesia pada dasarnya merupakan sistem kehidupan yang lengkap. Artinya, Islam telah menyediakan kerangka dasar pada Al Qur’an dan As Sunnah untuk dijalankan kaum muslimin pada setiap kehidupan. Maka kondisi persaingan pada era MEA seperti saat ini pun telah memiliki kerangka dasarnya dalam ajaran Islam.

Kawasan MEA pada dasarnya adalah sebuah kawasan dengan akses orang, modal, barang, dan jasa dapat bergerak secara bebas di dalam kawasan ASEAN tanpa perlu terkendala permasalahan batas teritorial. Jadi dapat disimpulkan bahwa kawasan MEA adalah bentuk kawasan kompetitif internasional. Kaum muslimin sejak awal perkembangannya telah terbiasa dengan perdagangan internasional. Hal ini tercermin dari firman Allah dalam surah Quraisy:

Artinya: "Karena kebiasaan orang-orang Quraisy, (yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas” (Q.S. Al-Quraisy (106):1-2).

Pada surah di atas, terlihat bahwa suku Quraisy yang merupakan moyang Nabi Muhammad shallallahu ‘alayhi wasallam telah terbiasa berniaga pada musim dingin dan musim panas. Diriwayatkan bahwa kaum Quraisy biasa berniaga di negeri Syam (meliputi Suriah, Palestina, Lebanon dan Yordania) yang lebih sejuk pada musim panas dan berniaga di negeri Yaman yang lebih hangat pada musim dingin. Artinya, semangat generasi awal kaum muslimin yang mayoritass berasal dari suku Quraisy adalah terbiasa dengan perdagangan dan persaingan internasional. Dengan kata lain, persaingan global bukanlah hal yang asing apalagi perlu ditakutkan oleh kaum muslimin.
Lalu, bagaimana kiat agar umat Islam dapat sukses menghadapi era kawasan persaingan bebas MEA? Di antara kunci sukses persaingan global dapat kita kaji dari ayat berikut ini:


Artinya: "Apabila Telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung” (Q.S. Al Jumu’ah: 10).

Ayat di atas adalah sebuah ayat yang sangat komprehensif apabila dijadikan pegangan dalam menjalani kehidupan dunia. Salah satu poin menarik dari ayat di atas adalah kata penutup dari ayat tersebut adalah “la’allakum tuflihuun” atau “agar kamu beruntung”. Kata falah dalam kajian-kajian ekonomi Islam sering dimaknai sebagai kondisi kesejahteraan yang tidak hanya meliputi aspek material namun juga spiritual. Konsep falah sebagai tujuan dalam mengarungi era persaingan MEA menjadi sangat relevan untuk diketengahkan. Hal ini dimaksudkan agar kesuksesan umat Islam termasuk pada era MEA tidak hanya berdimensi material namun juga mencakup spiritual.
Berikut adalah beberapa poin yang dapat kita simpulkan dari ayat di atas dalam konteks era persaingan MEA ialah sebagai berikut:
1.       Ayat tersebut dimulai dengan frasa “apabila telah ditunaikan shalat”. Shalat menjadi titik pangkal kaum muslimin sebelum beraktivitas dunia. Shalat juga menjadi simbol aktivitas religius sebagai dasar dalam menjalani kehidupan dunia yang begitu penuh dengan persaingan. Frasa ini menyiratkan bahwa meskipun kaum muslimin mengarungi aktivitas dunia yang penuh dengan persaingan, jadikanlah sholat sebagai titik pangkal tiap aktivitas. Dalam kerangka yang lebih luas, jadikan ajaran Islam sebagai bekal awal dan identitas kaum muslimin dalam mengarungi era persaingan MEA.
2.       Frasa berikutnya adalah “bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah”. Umat Islam harus memiliki keberanian di dalam menjalani era persaingan karena Allah memerintahkan kita untuk bertebaran di bumiNya yang luas serta menggali setiap potensi yang telah Allah karuniakan. Frasa ini menyiratkan adanya sikap optimistis, keberanian dan perilaku produktif di dalam mencari rezeki. Selain itu, Allah ingatkan bahwa segala hal yang kita dapatkan adalah karuniaNya maka haruslah tetap menyertakan setiap kegiatan kita untuk tawakkal kepadaNya. Tiada mungkin kemenangan akan diraih tanpa campur tangan Allah di dalamnya.
3.       Frasa terakhir sebelum munculnya kata falah adalah “ingatlah Allah banyak-banyak”. Frasa ini menjadi penegasan dari frasa pertama dan kedua. Bertitik pangkal dari aktivitas sholat yang berisi banyak mengingat Allah serta diingatkan bahwa setiap karunia adalah dari sisi Allah, maka frasa ini ingin menegaskan bahwa selalu ada Allah dalam aktivitas kita. Ada karunia Allah dalam setiap yang kita dapatkan, ada syariat Allah yang harus dijaga selama bertransaksi, ada etika yang Allah ajarkan pada setiap aktivitas, dan ada hak Allah serta orang lain dalam setiap harta yang kita peroleh. Frasa ini adalah pagar bagi kaum muslimin agar mampu menjalankan persaingan tidak secara membabi buta melainkan tetap unggul dalam bingkai kesyariahan.
Maka, dapat disimpulkan bahwa kunci sukses kaum muslimin dalam menghadapi era persaingan adalah sikap religiusitas yang melahirkan perilaku produktif dan optimis namun tetap beretika dan bersesuaian dengan syariat Islam. Apabila nilai-nilai ini dapat dipahami dan diamalkan, insyaAllah umat Islam di Indonesia akan mampu Berjaya di era MEA yang telah berjalan. 



Kelompok SGD Acsesor

 
Powered By Blogger

Kontributor

a

a