Perbandingan Antara Asuransi Konvensional dan Asuransi Syariah.
(dikutip
dari:www.jacksite.wordpress.com/2007/07/11/hukum-asuransi-menurut-islam/)
A. Persamaan antara asuransi konvensional dan asuransi
syari'ah.
Jika diamati dengan seksama, ditemukan titik-titik kesamaan
antara asuransi konvensional dengan asuransi syariah, diantaranya sbb:
- Akad kedua asuransi ini berdasarkan keridloan dari masing- masing pihak.
- Kedua-duanya memberikan jaminan keamanan bagi para anggota
- Kedua asuransi ini memiliki akad yang bersifad mustamir (terus)
- Kedua-duanya berjalan sesuai dengan kesepakatan masing-masing pihak.
Dibandingkan asuransi konvensional, asuransi syariah
memiliki perbedaan mendasar dalam beberapa hal.
- Keberadaan Dewan Pengawas Syariah dalam perusahaan asuransi syariah merupakan suatu keharusan. Dewan ini berperan dalam mengawasi manajemen, produk serta kebijakan investasi supaya senantiasa sejalan dengan syariat Islam. Adapun dalam asuransi konvensional, maka hal itu tidak mendapat perhatian.
- Prinsip akad asuransi syariah adalah takafuli (tolong-menolong). Yaitu nasabah yang satu menolong nasabah yang lain yang tengah mengalami kesulitan. Sedangkan akad asuransi konvensional bersifat tadabuli (jual-beli antara nasabah dengan perusahaan).
- Dana yang terkumpul dari nasabah perusahaan asuransi syariah (premi) diinvestasikan berdasarkan syariah dengan sistem bagi hasil (mudharobah). Sedangkan pada asuransi konvensional, investasi dana dilakukan pada sembarang sektor dengan sistem bunga.
- Premi yang terkumpul diperlakukan tetap sebagai dana milik nasabah. Perusahaan hanya sebagai pemegang amanah untuk mengelolanya. Sedangkan pada asuransi konvensional, premi menjadi milik perusahaan dan perusahaan-lah yang memiliki otoritas penuh untuk menetapkan kebijakan pengelolaan dana tersebut.
- Untuk kepentingan pembayaran klaim nasabah, dana diambil dari rekening tabarru (dana sosial) seluruh peserta yang sudah diikhlaskan untuk keperluan tolong-menolong bila ada peserta yang terkena musibah. Sedangkan dalam asuransi konvensional, dana pembayaran klaim diambil dari rekening milik perusahaan.
- Keuntungan investasi dibagi dua antara nasabah selaku pemilik dana dengan perusahaan selaku pengelola, dengan prinsip bagi hasil. Sedangkan dalam asuransi konvensional, keuntungan sepenuhnya menjadi milik perusahaan. Jika tak ada klaim, nasabah tak memperoleh apa-apa.
Dari perbandingan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa
asuransi konvensional tidak memenuhi standar syar'i yang bisa dijadikan objek
muamalah yang syah bagi kaum muslimin. Hal itu dikarenakan banyaknya
penyimpangan-penyimpangan syariat yang ada dalam asuransi tersebut.
Oleh karena itu hendaklah kaum muslimin menjauhi dari
bermuamalah yang menggunakan model-model asuransi yang menyimpang tersebut,
serta menggantinya dengan asuransi yang senafas dengan prinsip-prinsip muamalah
yang telah dijelaskan oleh syariat Islam seperti bentuk-bentuk asuransi syariah
yang telah kami paparkan di muka.
Selanjutnya, Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Buhut Al-Ilmiyah Wal
Ifta [Komite Tetap Untuk Riset Ilmiyah dan Fatwa Saudi Arabia] mengeluarkan
fatwa sebagai berikut :
"Asuransi ada dua macam. Majlis Hai'ah Kibaril Ulama
telah mengkajinya sejak beberapa tahun yang lalu dan telah mengeluarkan
keputusan. Tapi sebagian orang hanya melirik bagian yang dibolehkannya saja
tanpa memperhatikan yang haramnya, atau menggunakan lisensi boleh untuk praktek
yang haram sehingga masalahnya menjadi tidak jelas bagi sebagian orang.
Asuransi kerjasama (jaminan sosial) yang dibolehkan, seperti
; sekelompok orang membayarkan uang sejumlah tertentu untuk shadaqah atau
membangun masjid atau membantu kaum fakir. Banyak orang yang mengambil istilah
ini dan menjadikannya alasan untuk asuransi komersil. Ini kesalahan mereka dan
pengelabuan terhadap manusia.
Contoh asuransi komersil : Seseorang mengasuransikan
mobilnya atau barang lainnya yang merupakan barang import dengan biaya sekian
dan sekian. Kadang tidak terjadi apa-apa sehingga uang yang telah dibayarkan
itu diambil perusahaan asuransi begitu saja. Ini termasuk judi yang tercakup
dalam firman Allah Ta'ala "Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi,
(berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji
termasuk perbuatan syaitan" [Al-Maidah : 90]
Kesimpulannya, bahwa asuransi kerjasama (jaminan
bersama/jaminan social) adalah sejumlah uang tertentu yang dikumpulkan dan
disumbangkan oleh sekelompok orang untuk kepentingan syar'i, seperti ; membantu
kaum fakir, anak-anak yatim, pembangunan masjid dan kebaikan-kebaikan lainnya.
Berikut ini kami cantumkan untuk para pembaca naskah fatwa
Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Buhut Al-Ilmiyah wal Ifta (Komite Tetap Untuk Riset
Ilmiyah dan Fatwa) tentang asuransi kerjasama (jaminan bersama):
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan
salam dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi kita Muhammad, para keluarga dan
sahabatnya, amma ba'du.
Telah dikeluarkan keputusan dari Ha'iah Kibaril Ulama
tentang haramnya asuransi komersil dengan semua jenisnya karena mengandung
madharat dan bahaya yang besar serta merupakan tindak memakan harta orang lain
dengan cara perolehan yang batil, yang mana hal tersebut telah diharamkan oleh
syariat yang suci dan dilarang keras.
Lain dari itu, Hai'ah Kibaril Ulama juga telah mengeluarkan
keputusan tentang bolehnya jaminan kerjasama (asuransi kerjasama) yaitu terdiri
dari sumbangan-sumbangan donatur dengan maksud membantu orang-orang yang
membutuhkan dan tidak kembali kepada anggota (para donatur tersebut), tidak
modal pokok dan tidak pula labanya, karena yang diharapkan anggota adalah
pahala Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan membantu orang-orang yang membutuhkan
bantuan, dan tidak mengharapkan timbal balik duniawi. Hal ini termasuk dalam
cakupan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala "Dan tolong menolonglah kamu
dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong menolong dalam
berbuat dosa dan pelanggaran" [Al-Ma'idah : 2]
Dan sabda nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam "Dan Allah
akan menolong hamba selama hamba itu menolong saudaranya" [Hadits Riwayat
Muslim, kitab Adz-Dzikr wad Du'at wat Taubah 2699]
Ini sudah cukup jelas dan tidak ada yang samar.
Tapi akhir-akhir ini sebagian perusahaan menyamarkan kepada
orang-orang dan memutar balikkan hakekat, yang mana mereka menamakan asuransi
komersil yang haram dengan sebutan jaminan sosial yang dinisbatkan kepada fatwa
yang membolehkannya dari Ha'iah Kibaril Ulama. Hal ini untuk memperdayai orang
lain dan memajukan perusahaan mereka. Padahal Ha'iah Kibaril Ulama sama sekali
terlepas dari praktek tersebut, karena keputusannya jelas-jelas membedakan
antara asuransi komersil dan asuransi sosial (bantuan). Pengubahan nama itu
sendiri tidak merubah hakekatnya.
Keterangan ini dikeluarkan dalam rangka memberikan
penjelasan bagi orang-orang dan membongkar penyamaran serta mengungkap
kebohongan dan kepura-puraan. Shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan
kepada Nabi kita Muhammad, kepada seluruh keluarga dan para sahabat.
[Bayan Min Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiyah wal
Ifta Haula At-Ta'min At-Tijari wat Ta'min At-Ta'awuni]".
Kemudian, Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin
berpendapat sebagai berikut :
"Asuransi konvensional tidak boleh hukumnya berdasarkan
syari'at, dalilnya adalah firmanNya "Dan janganlah sebagian kamu memakan
harta sebahagian yang lain diantara kamu dengan jalan bathil" [Al-Baqarah
: 188]
Dalam hal ini, perusahaan tersebut telah memakan harta-harta
para pengasuransi (polis) tanpa cara yang haq, sebab (biasanya) salah seorang
dari mereka membayar sejumlah uang per bulan dengan total yang bisa jadi
mencapai puluhan ribu padahal selama sepanjang tahun, dia tidak begitu
memerlukan servis namun meskipun begitu, hartanya tersebut tidak dikembalikan
kepadanya.
Sebaliknya pula, sebagian mereka bisa jadi membayar dengan
sedikit uang, lalu terjadi kecelakaan terhadap dirinya sehingga membebani
perusahaan secara berkali-kali lipat dari jumlah uang yang telah dibayarnya
tersebut. Dengan begitu, dia telah membebankan harta perusahaan tanpa cara yang
haq.
Hal lainnya, mayoritas mereka yang telah membayar asuransi
(fee) kepada perusahaan suka bertindak ceroboh (tidak berhati-hati terhadap
keselamatan diri), mengendarai kendaraan secara penuh resiko dan bisa saja
mengalami kecelakaan namun mereka cepat-cepat mengatakan, "Sesungguhnya
perusahaan itu kuat (finansialnya), dan barangkali bisa membayar ganti rugi
atas kecelakaan yang terjadi". Tentunya hal ini berbahaya terhadap
(kehidupan) para penduduk karena akan semakin banyaknya kecelakaan dan angka
kematian.
[Al-Lu'lu'ul Makin Min Fatawa Ibn Jibrin, hal 190-191]"
Referensi: 1. Al-Quran AL-karim. 2. Al-fiqh al-Islamy wa
adillatuhu, DR. Wahbah Azzuhaily. 3. Al-Islam wal manahij al-Islamiyah, Moh. Al
Gozali. 4. Asuransi dalam hukum Islam, Dr. Husain Hamid Hisan. 5. Majalah al-
buhuts al- Islamiyah, kumpulan ulama-ulama besar pada lembaga riset, Fatwa, dan
dakwah. 6. Masail al-fiqhiyah, zakat, pajak, asuransi dan lembaga keuangan, M.
Ali Hasan. 7. Halal dan haram, DR. Muhammad Yusuf al-Qordhowi. 8. Riba wa
muamalat masrofiyah, DR. Umar bin Abdul Aziz al-Mutrik. 9. Riba wa adhroruhu
ala al mujtama', DR. Salim Segaf al-Djufri. 10. Masail diniyah keputusan
musyawarah nasional Alim ulama NU, bandar lampung, 16-20 Rajab/ 25 januari 1992
M, 11.Kitab Al-Fatawa Asy-Syar'iyyah Fi Al-Masa'il Al-Ashriyyah Min Fatawa
Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Darul Haq
Artikel terkait: